Berapa Nilai Dirimu?
Seorang pria datang ke sebuah taman bermain yang dipenuhi anak-anak, kemudian dia mengeluarkan selembar uang seratus ribu yang masih baru dan memamerkannya di udara kemudian berteriak, "Siapa yang mau uang ini?" Sontak anak-anak yang sedang bermain mengacungkan tangan dengan wajah penuh harap.
Kemudian pria itu meremas uang kertas sehingga kusut. Lalu dia kembali mengacungkan uang yang sudah kusut itu sambil berteriak, "Kalau uangnya sudah kusut masih mau tidak?" Semua anak menjawab mau.
Sang pria tersenyum lalu meletakkan uang itu di tanah dan menginjak-injaknya hingga kotor. Dia kembali mengacungkan uang yang sudah berbentuk tak karuan itu pada anak-anak, "Bagaimana sekarang, masih mau?" Semua anak masih menginginkan uang itu dengan sangat antusias.
Dari cerita di atas, kita dapat mengambil pelajaran hidup. Seringkali kita merasa bahwa hidup kita kusut, penuh tekanan dan tidak tertata dengan rapi. Selain itu, kita sering merasa bahwa banyak orang yang telah menginjak-injak harga diri sehingga hidup menjadi berantakan. Akibatnya, kita hanya fokus pada hidup yang 'kusut dan kotor', kita lupa dengan 'nilai nominal' yang telah diberikan Tuhan berupa banyak kemampuan untuk mengembangkan diri.
Karena itu, fokuskan dirimu pada nilai nominal yang telah diberikan Tuhan. Jadilah seperti uang dengan nominal tinggi, sekalipun telah kusut dan kotor, semua orang masing menginginkan kehadirannya karena tetap berguna. Keluarkan semua kemampuan dan potensi yang kamu miliki, dan jadilah seseorang yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain :) (vem/wsw)
Ketika aku masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar, aku tahu bahwa ayah dan ibumu sama-sama sibuk. Ayahku bekerja di kantor akuntan sedangkan ibuku adalah ibu rumah tangga yang harus merawatku dan dua orang adik kembarku ku yang masih balita. Ibu mengurus semua pekerjaan rumah seorang diri tanpa bantuan pembantu.
Roti Panggang Yang Gosong
Awalnya, aku menduga bahwa ayah tidak akan memakan roti panggang itu. Tetapi aku keliru, ayah tersenyum lalu menghabiskan hidangan tersebut tanpa protes ataupun wajah yang cemberut. Dan saat aku selesai makan, ibu meminta maaf karena roti panggang untuk ayah gosong. Dan ayah mengatakan..
"Tidak apa-apa, sayang. Aku justru suka roti panggang yang gosong,"
Agak aneh memang, karena itu saat jam tidur tiba (biasanya ayah masuk ke kamarku dan memberi ciuman pipi semoga mimpi indah), aku bertanya pada ayah, apakah benar dia menyukai roti panggang yang gosong? Kemudian ayah menjawab..
"Anakku, aku tahu ibumu telah mengalami hari yang sibuk dan sangat lelah di rumah ini. Aku tahu dia tidak sengaja membuat roti itu gosong, dan roti yang gosong itu tidak menyakiti siapapun,"
Sebuah pelajaran hidup yang tampak sederhana tetapi menjadi sebuah pengalaman yang luar biasa. Pada akhirnya aku tahu bahwa sebuah pengertian adalah hal yang diperlukan dalam menjalin sebuah hubungan. Bahwa terkadang timbul sebuah masalah yang sebenarnya tidak perlu diributkan. Hubungan yang abadi akan tercipta jika kedua belah pihak mau belajar untuk menerima kesalahan pasangannya dan tidak mengungkit-ungkit hal itu.So sweet :) (vem/wsw)
Dibayar Lunas Oleh Segelas Susu
Seorang remaja yang sangat miskin bekerja sebagai penjual buku keliling dari pintu ke pintu. Dia melakukan hal itu agar bisa meneruskan sekolah karena keluarganya tidak lagi mampu membiayai. Sebenarnya bisa saja dia bekerja saja dan melupakan mimpinya untuk terus bersekolah, namun anak ini yakin, dia akan mencapai sesuatu yang lebih besar dengan sekolah.
Suatu hari, dia sangat lapar dan hanya mempunyai sedikit uang yang tentu saja tidak cukup untuk sebuah makanan. Maka dia pun memutuskan untuk meminta makan di rumah berikutnya yang akan dia datangi. Namun nyalinya hilang saat pintu terbuka dan yang menyambutnya adalah seorang wanita muda yang sangat cantik dan baik hati. Oleh karena terlalu gugup, dia hanya meminta segelas air.
Wanita itu tahu bahwa dia lapar, dan membawakannya segelas besar susu. Remaja itu meminumnya perlahan, mengenalkan namanya dan mereka terlibat dalam pembicaraan singkat yang hangat. Sejenak ketika usai menghabiskan susunya, remaja itu bertanya dengan sopan, "berapa aku harus membayar susu itu?". Wanita muda itu menjawab dia tidak perlu membayar apa-apa. Ibunya mengajarkan untuk jangan menarik bayaran atas perbuatan baik. Maka anak itu pun mengucapkan terima kasih dengan tulus dan undur diri.
Dalam perjalanan pulang, tidak hanya badannya yang terasa segar kembali, namun remaja ini mendapatkan kekuatan dan keyakinan baru akan kebaikan dari Allah dan dari sesamanya. Keyakinannya untuk membangun hidup dalam kebajikan semakin kuat, dan dia pun semakin semangat untuk bersekolah.
Beberapa tahun kemudian, si wanita muda jatuh sakit karena suatu sebab yang tidak jelas. Rumah sakit setempat mendiagnosa dia terkena penyakit yang sangat langka, lalu mengirimnya ke rumah sakit di kota besar. Seorang dokter spesialis dipanggil untuk menyelidikinya dan menentukan langkah terbaik untuk mengobati penyakit itu.
Ketika sang dokter mendengar kota asal wanita itu, matanya berbinar dan sepintas kenangan melintasi pikirannya. Segera dia mengunjungi pasien itu di kamarnya dan langsung mengenali wanita yang telah memberinya segelas susu di masa lampau. Segera dokter ini melakukan konsultasi dengan para ahli dan mengambil alih penanganan medis untuk wanita itu.
Setelah pengobatan yang tidak sebentar, akhirnya dokter itu berhasil menyembuhkan sang wanita. Segera setelah semuanya selesai dan hari kepulangan wanita itu telah ditentukan, dokter segera menghubungi pihak rumah sakit. Dia meminta tagihan pengobatan wanita itu seluruhnya dibebankan padanya. PIhak rumah sakit menyetujui dan segera tagihan tersebut lunas.
Ketika bukti pembayaran diantar ke wanita tersebut, dengan cemas dia membuka amplop karena tahu bahwa dia tidak akan sanggup membayar semua pengobatan medis yang mahal itu. Namun yang dia temukan adalah tanda lunas, dan ada secarik kertas di sana yang bertuliskan "Sudah terbayar lunas dengan segelas susu", dan tertera sebuah nama yang samar-samar diingatnya sebagai remaja yang ditolongnya dulu. (acd/miw)
Kamu Wortel, Telur, Atau Kopi?
Pada suatu hari, seorang anak mengeluh mengenai sulitnya hidup kepada sang ayah. Bagi sang anak, hidup dirasa sangat berat dan dia hampir putus asa menghadapi hidup yang demikian. Si anak rasanya telah lelah sehingga di menumpahkan seluruh ganjalan hatinya kepada sang ayah. Dia mengatakan, masalah satu belum selesai, timbul masalah yang lain.
Sang ayah yang mendengar cerita tersebut hanya tersenyum, pria tua itu adalah seorang mantan koki. Setelah mendengar cerita anaknya yang berkeluh kesah mengenai kehidupan yang sangat sulit, dia mengajak anaknya untuk ke dapur. Di dapur, sang ayah merebus air dalam tiga panci yang berbeda. Panci pertama diisi dengan irisan wortel. Panci kedua diisi sebutir telur mentah, dan panci terakhir diisi dengan beberapa butir biji kopi.
Si anak hanya terdiam menyaksikan ayahnya merebus benda-benda itu. Dia tidak berkomentar dan menunggu apa yang akan dilakukan sang ayah selanjutnya. Sang ayah juga tidak mengatakan apapun, dia menunggu hingga 20 menit, hingga wortel dan menjadi matang. Kopi yang direbus juga telah menebar wangi ke seluruh penjuru dapur, kemudian sang ayah mematikan api kompor.
Wortel rebus dan telur rebus telah diangkat dan diletakkan di atas sebuah piring, sedangkan kopi yang harum itu dituang ke dalam sebuah gelas.
"Apa-apaan ini, ayah?" tanya sang anak karena tidak mengerti.
Sang ayah tersenyum lalu menjelaskan apa yang ingin dia sampaikan kepada sang anak. Ketiga benda itu, wortel, telur, dan kopi mengalami perubahan setelah dipanaskan, ketiganya mengalami tekanan yang sama, tetapi menjadi berbeda setelahnya.
Wortel, dia adalah sesuatu yang keras sebelum direbus, tetapi menjadi lunak setelahnya. Telur, sebelum direbus dia adalah benda cair yang fleksibel, tetapi setelah dipanaskan justru menjadi keras dan kaku. Biji kopi, dia tidak mengalami perubahan, tetapi air rebusan yang tadinya jernih menjadi hitam, dengan aroma dan rasa yang sama seperti biji kopi.
"Jadi, kau termasuk yang mana?" tanya sang ayah pada anaknya. "Apakah kau wortel yang keras, tetapi setelah mengalami kesulitan justru menjadi lunak dan mudah menyerah? Atau kau telur, yang fleksibel dan lembut tetapi setelah mengalami kesulitan justru menjadi sosok yang kaku dan keras sekalipun tampak sama di luar?"
Sang anak diam sambil terus mendengar kalimat ayahnya.
"Biji kopi adalah yang paling unik di antara ketiganya. Dia tidak berubah, tetapi mampu menularkan isinya kepada seluruh air yang direbus, sehingga memiliki rasa dan keharuman yang sama. Semakin dia dipanaskan, maka aroma dan rasa yang dia tularkan semakin nikmat dan menggugah selera."
Sahabat, biji kopi mengajarkan kita bahwa semakin kuat tekanan kehidupan yang datang, seharusnya kita tetap bisa membuat perubahan di sekitar kita menjadi sesuatu yang baik tanpa mengubah atau mengurangi kebaikan yang ada di dalam diri kita. (vem/wsw)
Komentar
Posting Komentar