Cerita Seorang Gadis Buta
Hati dan mata sering tidak seirama. Ketika mata tak bisa melihat, segala kebaikan orang akan berujung janji di hati. Akan tetapi, ketika mata sudah melihat, janji di hati tadi bisa diingkari. Seperti kisah berikut.
Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya karena ia buta. Ia juga membenci setiap orang kecuali pacarnya. Sang pacar selalu berada di sisinya setiap saat. Oleh karenanya itu, sang gadis berkata bahwa jika ia bisa melihat dunia, ia akan menikahi sang pacar.
Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya karena ia buta. Ia juga membenci setiap orang kecuali pacarnya. Sang pacar selalu berada di sisinya setiap saat. Oleh karenanya itu, sang gadis berkata bahwa jika ia bisa melihat dunia, ia akan menikahi sang pacar.
Suatu hari, seseorang mendonorkan sepasang mata untuk gadis itu. Kemudian ia pun bisa melihat dunia, termasuk sang pacar. Lalu pacarnya bertanya, "Sekarang, kamu sudah bisa melihat dunia. Maukah kamu menikah denganku?”
Gadis itu amat terguncang ketika melihat sang pacar ternyata buta juga. Ia pun menolak menikah dengan sang pacar. Dengan berlinang air mata, sang pacar pergi. Beberapa hari kemudian ia mengirim surat kepada mantan kekasihnya tadi dan berucap:
“Peliharalah mataku sayang. (intisari)
Belajar dari Pensil
Bagi sebagian orang,pensil adalah masa kecil. Ketika beranjak dewasa, alat tulis menulis sudah tergantikan dengan pulpen atau bolpoin. Memang, masih ada yang menggunakan pensil karena pekerjaan atau hobinya.
Pensil merupakan bentuk sederhana alat tulis menulis. Tak rumit meski ada yang membuatnya jlimet. Berbentuk batang memanjang, bisa bulat atau bersegi, dan arang di bagian tengah. Untuk menggunakannya kita harus merautnya terlebih dahulu.
Meski sederhana, namun kita bisa belajar banyak darinya. Pensil mengajarkan beberapa hal kehidupan.
Pensil merupakan bentuk sederhana alat tulis menulis. Tak rumit meski ada yang membuatnya jlimet. Berbentuk batang memanjang, bisa bulat atau bersegi, dan arang di bagian tengah. Untuk menggunakannya kita harus merautnya terlebih dahulu.
Meski sederhana, namun kita bisa belajar banyak darinya. Pensil mengajarkan beberapa hal kehidupan.
- Pensil mengingatkan bahwa ketika tulisan dibuat, ia hanya menjadi media. Ada tangan yang mengarahkan. Begitu juga dengan diri kita. Ada tangan, yang kita sebut Tuhan, yang membuat kita berarti. Dia selalu membimbing kita menurut kehendak-Nya.
- Saat menulis, kita harus berhenti untuk meraut sebab arang sudah "tertelan" kayu. Jika bisa bilang, rautan itu tentu akan menyiksa pensil. Namun ia harus melalui proses itu jika mau berarti. Begitu juga dengan diri kita. Untuk membuat pikiran tajam kita harus belajar. Untuk membuat pribadi yang lebih baik kita tak jarang harus menderita. Menghadapi segala tantangan.
- Meski tak semuanya menyatu, namun pensil memiliki pasangan sejati: penghapus. Ia akan menghapus tulisan yang salah. Kita pun begitu, diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang kita perbuat.
- Bagian terpenting pensil adalah arang yang ada di dalam. Kayu yang menyelimutinya berfungsi sebagai penopang dan penguat arang. Apa yang bisa kita pelajari dari hal ini? Ya, kita harus introspeksi ke diri sendiri dulu. Jangan mudah menyalahkan orang lain.
- Pensil selalu meninggalkan goresan sebagai jejak. Inilah yang harus kita ingat bahwa dalam kehidupan pun kita selalu meninggalkan kesan. Berhati-hatilah dan sadar terhadap perbuatan kita agar kesan yang kita tinggalkan adalah kesan baik, tidak membuat orang lain sakit hati.
Jadi, marilah belajar dari kesederhanaan pensil. (intisari)
Komentar
Posting Komentar